“MANTAN
PREMAN MAU LIHAT SUNSET”
Moment pergantian tahun bagi
kebanyakan orang mungkin sesuatu yang diagung-agungkan, bagaimana tidak manusia
yang menjalani dan merasakan hidup selama setahun merupakan pengalaman dan
sejarah pribadi yang tak ternilai harganya, suka dan duka sudah pasti dirasakan,
dengan pergantian kalender tahunan, manusia dapat mengintropeksi diri,
perbandingan lebih banyak persentase suka atau duka ( ketetapan, kemunduran dan
kemajuan). Tiap manusia dalam kurun waktu setahun sering di kaitkan dengan
moment pergantian tahun tersebut. Namun bagiku semua sama saja, aku tidak
mendramatisir, setiap pesta pergantian tahun, toh persentase suka dan dukaku
sepanjang tahun masih lebih besar dukanya disbanding suka itupun sudah diskon
(potongan harga).
Hari jumat sore pukul 17:15 Wita,
tepat tanggal 1 Januari 2016, kami ke Pantai Losari, untuk sekedar menghibur
kedua Putri saya yang cantik-cantik. Kawasan pantai losari dikenal sebagai
salah satu icon Kota Makassar, yang dijadikan oleh warga kota sebagai tempat
kunjungan wisata, letaknya nyaris di pusat kota Makassar, hampir mirip-mirip
kota Monaco, (liat di gambar, Aku belum pernah kesana, mau sih). Selain wisata
pantai, juga tersedia berbagai jenis makanan dan minuman, jajanan tradisional
hingga modern yang memanjakan pengunjung dengan wisata kuliner.
Sebagian besar warga kota
mengunjungi Pantai Losari dengan tujuan untuk melihat fenomena Matahari
tenggelam alias sunset, pada jam-jam begini pemandangan sepanjang jalan
penghibur hingga ujung jalan Pasar Ikan terlihatlah antrian kendaraan mobil,
motor, bentor, dll yang sudah pasti menyebabkan kemacetan, namun itu sudah
menjadi hal biasa jika anda berada di Pantai Losari.
Sepanjang Pantai Losari sekarang
sudah semakin sempit. Aku teringat 26 tahun yang lalu, saat aku terlalu
kerajingan keluar masuk memalak meminta upeti pada pemilik bangunan-bangunan
yang terbilang mewah sepanjang Pantai Losari, kurang lebih 10 tahun ‘kegiatan’
kurang baik itu aku lakoni bersama teman-teman mengatas namakan ‘jaminan
keamanan’ hanya untuk dapat pemberian yang kami namakan jatah preman hanya
untuk sekedar foya-foya sesaat. (beda preman jadul di Kota Makassar dengan
preman-premannya tambang PT. Freeport, apalagi yang ada di pusat.
Pemandangan Sunset, matahari semakin cenderung seakan menukik dan
bersembunyi di balik bangunan gedung yang berdiri angkuh diseberang pantai
diatas area Reklamasi pantai. Aku merasa kurang nyaman untuk melihat ‘Sunset’
yang akan bersembunyi malu-malu di halangi oleh bangunan gedung itu. Kami
bergeser meninggalkan tempat semula menuju kearah timur ke jalan Metro Tanjung
Bunga. Dengan terburu-buru memburu Sunset, takut buruan hilang kami masuk jalan
pintas yang menyambungkan area reklamasi.
Tiba di tujuan, tepat di belakang
bangunan gedung motor kami matikan, saya tidak turun dari motor, sementara
putrid-putriku bermain kejar-kejaran sesekali melihat pemandangan ‘Matahari
Terbenam’ menceburkan kedalam lautan luas hanya bias cahaya kuning
kemerah-merahan terpancar dilangit senja pada batas pandangan garis laut, aku
sempatkan untuk memfoto Sunset di tanggal 1 Januari 2016 itu sebagai
dokumentasi pribadi.
Langit sudah mulai gelap, kami
beranjak meninggalkan area reklamasi menuju jalan keluar jalan yang semula kami
masuki tadi, dipintu gerbang jalan keluar masuk ada bangunan kecil terbuat dari
papan menyerupai ‘pos penjagaan’ tak ada kendaraan lain yang mengikuti kami
keluar meninggalkan tempat itu, tiba di gerbang kami dihentikan oleh seseorang
yang berpakaian seragam security, sementara ada tiga orang temannya menunggu di
pos.
Dari mana, pak?
Security yang berkulit legam itu bertaya
Abis liat Sanset, om!
Putri sulung
ku yang menjawab
Bayar lima ribu, Pak !
Mintanya.
Aku
rogoh kantong celana dan baju ku untuk mendapatan uang 5 ribu,namun istri ku
lebih dulu menyodorkan uangnya ke security tadi,tidak aku sadari gas motor ku
lepaskan,menyebabkan motor mati mesin seketika,lama aku cari celah sampai motor
hidup kembali,rupanya sedari tadi security dan temannya yang berada di pos telah
memperhatikan kami,hingga seorang security lain menghampiri dan mulai menyapa…
Bang, bang Cecep?
Sapanya dengan sopan
Iya…Ku jawab seadanya, belum sempat ku menanyakan
siapa dirinya ia pun memperkenalkan dirinya
Saya Sableng bang, masih ingat bang?
Ia mencoba mengingatkan ku
Ooh iya, ingat sudah pasti ingat, kata ku
Tunggu sebentar, ya bang.!
Ia
berbalik berjalan menemui temannya yang sudah lebih dulu nongkrong di dalam
pos, sepertinya ia meminta sesuatu ketemannya tadi yang ternyata uang 5 ribu,
ia mendatangi aku kembali, menyodorkan uang 5 ribu dan meminta maaf atas
temannya, namun aku tidak mengambil uang itu, ku ikhlaskan saja untuk temannya,
ia berteriak setengah berpromosi ke temannya bro…ini sahabat dan saudara saya,
mantan preman Pantai Losari puluhan tahun baru bertemu! Tambahnya. Kami berpisah
meninggalkan mereka setelah saling member nomor handphone, langit semakin gelap
tibalah malam.
Informasi dari Sableng oleh
narasumbernya, area reklamasi itu merupakan proyek raksasa pembangunan
pemukiman penduduk untuk kalangan kelas atas oleh pengemban Property Nasional
bukannya reklamasi Pantai Losari itu membutuhkan material yang tidak sedikit,
sepuluh bukit digerus untuk menimbun ‘Pantai Losari’ belum cukup rupanya untuk
di jadikan ‘daratan’ Ciptaan manusia. (Walhi dan masyarakat Sulawesi-Selatan
menentang pembangunan tersebut) namun pembangunan tetap terbangun, akan
berjalan lancer, peduli siapa yang akan dirugikan? Tidak lah ! apalagi mengatas
namakan kepentingan pribadi dan pejabat-pejabat banyak…hehehe Wallahu a’lam.
Sejak program pemkot Makassar,
“Makassar menuju Kota Dunia” aku semakin merasa, merasa banyak kehilangan
termasuk kehilangan melihat Sunset, bagaimana tidak, aku dulu untuk melihat
sunset sempurna nyemplung ke laut di Pantai Losari selama 10 tahun sering tepat
waktu, Pukul 18:00 kurang lebih. Ia sekarang dan masa akan datang akan terbukti
(Aku jadikan tulisan ini sebagai sejarah sunset di Pantai Losari). Saat ini
jika anda ingin melihat sunset di Pantai Losari, Pukul 17:15 Sunset itu hampir
tidak kelihatan lagi, why? Iayalah, la wong Sunset ne terhalang gedung! Tunggu
beberapa tahun kedepan, itu gedung seperti jamur yang tumbuh di musim hujan
yang kita akan saksikan dan pandangi bukan lagi Sunset, namun Matahari Sore,
untuk anak cucuku. Sunset yang akan kita lihat di Pantai Losari kelak akan di
gantikan pemandangan jajanan Pisang Epe’ kepepet, segeralah selekas mungkin
untuk ke Pantai Losari, lebih cepat lebih baik, karena Pukul 14:00 Wita kalian
tidak akan melihat Sunset lagi, ditelan gedung pencakar langit. Ku yakinkan
kalian, dan percayalah.
Sableng saudara seperjuangan
bertahun-tahun lamanya, sempat beberapa kali melewatkan pergantian malam tahun
baru bersama, segala profesi aku geluti bersama sableng, dari menjadi pengamen
dengan modal suara pas-pasan plus serak kuda dan nampang sangar namun sopan.
Menjadi menjadi pedangan asongan walau modal majikan, menjadi tukang parker
dengan jatah setoran ke aparat keparat. Sampai aku meninggalkan Kota Makassar
kampong halaman tercinta, berpisah dengan kerabat, hingga aku pulang
kembali,,,aku kehilangan aura lapangan Karebosi ( satu lagi icon Kota Makassar)
yang alami setelah proyek abal-abal Revitalisasi yang multifungsi di
eksploitasi dan parahnya di komersialisasikan untuk keuntungan dan kepentingan
kelompok serta pribadi-pribadi “Kapitalis” dari kampong!
Aku sangat syukuri, aku bukan preman
lagi, andai dulu aku ketemu Pak Ciputra, tapian pemilik, Citra Land itu akan
aku bilangi, hei boss, beri kami sejengkal tanah diarea reklamasi sini untuk
sebatas melihat sunset saja, boss perlu ketahui, tanah disini tempat kelahiran
aku dan nenek moyang aku.
Aku sudah menebak dan tahu, Pak Ciputra pasti akan tersenyum
cengengesan dan (akan marah) sambil berkata…
Mau lihat Sunset? Bayar dulu donk!
(apasih yang tidak di bayar di Indonesia?)
Tuh, bayar di portal parker,
(parker depan rumah sendiri, bayar! Bayar ke calo)
Yaa iyalah, bayar dulu, seperti yang
aku alami, itu baru dalam kondisi gedung pencakar langit belum berdiri, lah bagaimana jika proyek sudah terealisasi?
Mungkin warga kota Makassar yang akan melihat sunset akan dibuatkan kartu
member : pelanggan khusus lihat sunset sempurna nyemplung ke laut.
Mungkin Pak Wali Kota Makassar
terpilih saat ini Bpk Deni Pomanto alias DP (Bukan DP public figure sensasional
itu, jauh berbanding terbalik) tidak ingat lagi atas besar harapan dan
uneg-uneg aku saat ngobrol bertiga disebuah Hotel mewah ternama Hotel Clarion
dalam moment kegiatan jumpa saudagar Bugis-Makassar tahun 2013-2014, saat itu
aku menyampaikan harapan disaat bapak DP sebagai kandidat calon walikota,,,
(moment deg-degan belian) Pak jika bapak terpilih menjadi walikota Makassar
tolong perhatiannya terhadap kehidupan Sastra, Seni dan Budaya serta buku di
kota kita ini, berikut sarana dan prasarananya. Aku yang justru mengerti atas
kesibukan-kesibukan beliau, hingga ‘gedung Societte de Harmoni’(Sarana
kreatifitas Sastra, Seni, Budaya warga kota Makassar) yang seakan-akan berada
didepan ‘kantor walikota Makassar’ tidak di lirik dan mati suri, sama halnya
kelak, jika kita akan melihat sunset, Bayar dulu!mungkin beliau akan berkata…
Ah, siapa ko cowok’ (dialek Makassar).


