Rabu, 06 Januari 2016



“MANTAN PREMAN MAU LIHAT SUNSET”

  
            Moment pergantian tahun bagi kebanyakan orang mungkin sesuatu yang diagung-agungkan, bagaimana tidak manusia yang menjalani dan merasakan hidup selama setahun merupakan pengalaman dan sejarah pribadi yang tak ternilai harganya, suka dan duka sudah pasti dirasakan, dengan pergantian kalender tahunan, manusia dapat mengintropeksi diri, perbandingan lebih banyak persentase suka atau duka ( ketetapan, kemunduran dan kemajuan). Tiap manusia dalam kurun waktu setahun sering di kaitkan dengan moment pergantian tahun tersebut. Namun bagiku semua sama saja, aku tidak mendramatisir, setiap pesta pergantian tahun, toh persentase suka dan dukaku sepanjang tahun masih lebih besar dukanya disbanding suka itupun sudah diskon (potongan harga).
            Hari jumat sore pukul 17:15 Wita, tepat tanggal 1 Januari 2016, kami ke Pantai Losari, untuk sekedar menghibur kedua Putri saya yang cantik-cantik. Kawasan pantai losari dikenal sebagai salah satu icon Kota Makassar, yang dijadikan oleh warga kota sebagai tempat kunjungan wisata, letaknya nyaris di pusat kota Makassar, hampir mirip-mirip kota Monaco, (liat di gambar, Aku belum pernah kesana, mau sih). Selain wisata pantai, juga tersedia berbagai jenis makanan dan minuman, jajanan tradisional hingga modern yang memanjakan pengunjung dengan wisata kuliner.
            Sebagian besar warga kota mengunjungi Pantai Losari dengan tujuan untuk melihat fenomena Matahari tenggelam alias sunset, pada jam-jam begini pemandangan sepanjang jalan penghibur hingga ujung jalan Pasar Ikan terlihatlah antrian kendaraan mobil, motor, bentor, dll yang sudah pasti menyebabkan kemacetan, namun itu sudah menjadi hal biasa jika anda berada di Pantai Losari.
            Sepanjang Pantai Losari sekarang sudah semakin sempit. Aku teringat 26 tahun yang lalu, saat aku terlalu kerajingan keluar masuk memalak meminta upeti pada pemilik bangunan-bangunan yang terbilang mewah sepanjang Pantai Losari, kurang lebih 10 tahun ‘kegiatan’ kurang baik itu aku lakoni bersama teman-teman mengatas namakan ‘jaminan keamanan’ hanya untuk dapat pemberian yang kami namakan jatah preman hanya untuk sekedar foya-foya sesaat. (beda preman jadul di Kota Makassar dengan preman-premannya tambang PT. Freeport, apalagi yang ada di pusat.
            Pemandangan Sunset,  matahari semakin cenderung seakan menukik dan bersembunyi di balik bangunan gedung yang berdiri angkuh diseberang pantai diatas area Reklamasi pantai. Aku merasa kurang nyaman untuk melihat ‘Sunset’ yang akan bersembunyi malu-malu di halangi oleh bangunan gedung itu. Kami bergeser meninggalkan tempat semula menuju kearah timur ke jalan Metro Tanjung Bunga. Dengan terburu-buru memburu Sunset, takut buruan hilang kami masuk jalan pintas yang menyambungkan area reklamasi.
            Tiba di tujuan, tepat di belakang bangunan gedung motor kami matikan, saya tidak turun dari motor, sementara putrid-putriku bermain kejar-kejaran sesekali melihat pemandangan ‘Matahari Terbenam’ menceburkan kedalam lautan luas hanya bias cahaya kuning kemerah-merahan terpancar dilangit senja pada batas pandangan garis laut, aku sempatkan untuk memfoto Sunset di tanggal 1 Januari 2016 itu sebagai dokumentasi pribadi.
            Langit sudah mulai gelap, kami beranjak meninggalkan area reklamasi menuju jalan keluar jalan yang semula kami masuki tadi, dipintu gerbang jalan keluar masuk ada bangunan kecil terbuat dari papan menyerupai ‘pos penjagaan’ tak ada kendaraan lain yang mengikuti kami keluar meninggalkan tempat itu, tiba di gerbang kami dihentikan oleh seseorang yang berpakaian seragam security, sementara ada tiga orang temannya menunggu di pos.
Dari mana, pak?
Security yang berkulit legam itu bertaya
Abis liat Sanset, om!
 Putri sulung ku yang menjawab
Bayar lima ribu, Pak !
Mintanya.
Aku rogoh kantong celana dan baju ku untuk mendapatan uang 5 ribu,namun istri ku lebih dulu menyodorkan uangnya ke security tadi,tidak aku sadari gas motor ku lepaskan,menyebabkan motor mati mesin seketika,lama aku cari celah sampai motor hidup kembali,rupanya sedari tadi security dan temannya yang berada di pos telah memperhatikan kami,hingga seorang security lain menghampiri dan mulai menyapa…
Bang, bang Cecep?
Sapanya dengan sopan
Iya…Ku jawab seadanya, belum sempat ku menanyakan siapa dirinya ia pun memperkenalkan dirinya
Saya Sableng bang, masih ingat bang?
Ia mencoba mengingatkan ku
Ooh iya, ingat sudah pasti ingat, kata ku
Tunggu sebentar, ya bang.!
Ia berbalik berjalan menemui temannya yang sudah lebih dulu nongkrong di dalam pos, sepertinya ia meminta sesuatu ketemannya tadi yang ternyata uang 5 ribu, ia mendatangi aku kembali, menyodorkan uang 5 ribu dan meminta maaf atas temannya, namun aku tidak mengambil uang itu, ku ikhlaskan saja untuk temannya, ia berteriak setengah berpromosi ke temannya bro…ini sahabat dan saudara saya, mantan preman Pantai Losari puluhan tahun baru bertemu! Tambahnya. Kami berpisah meninggalkan mereka setelah saling member nomor handphone, langit semakin gelap tibalah malam.
            Informasi dari Sableng oleh narasumbernya, area reklamasi itu merupakan proyek raksasa pembangunan pemukiman penduduk untuk kalangan kelas atas oleh pengemban Property Nasional bukannya reklamasi Pantai Losari itu membutuhkan material yang tidak sedikit, sepuluh bukit digerus untuk menimbun ‘Pantai Losari’ belum cukup rupanya untuk di jadikan ‘daratan’ Ciptaan manusia. (Walhi dan masyarakat Sulawesi-Selatan menentang pembangunan tersebut) namun pembangunan tetap terbangun, akan berjalan lancer, peduli siapa yang akan dirugikan? Tidak lah ! apalagi mengatas namakan kepentingan pribadi dan pejabat-pejabat banyak…hehehe Wallahu a’lam.
            Sejak program pemkot Makassar, “Makassar menuju Kota Dunia” aku semakin merasa, merasa banyak kehilangan termasuk kehilangan melihat Sunset, bagaimana tidak, aku dulu untuk melihat sunset sempurna nyemplung ke laut di Pantai Losari selama 10 tahun sering tepat waktu, Pukul 18:00 kurang lebih. Ia sekarang dan masa akan datang akan terbukti (Aku jadikan tulisan ini sebagai sejarah sunset di Pantai Losari). Saat ini jika anda ingin melihat sunset di Pantai Losari, Pukul 17:15 Sunset itu hampir tidak kelihatan lagi, why? Iayalah, la wong Sunset ne terhalang gedung! Tunggu beberapa tahun kedepan, itu gedung seperti jamur yang tumbuh di musim hujan yang kita akan saksikan dan pandangi bukan lagi Sunset, namun Matahari Sore, untuk anak cucuku. Sunset yang akan kita lihat di Pantai Losari kelak akan di gantikan pemandangan jajanan Pisang Epe’ kepepet, segeralah selekas mungkin untuk ke Pantai Losari, lebih cepat lebih baik, karena Pukul 14:00 Wita kalian tidak akan melihat Sunset lagi, ditelan gedung pencakar langit. Ku yakinkan kalian, dan percayalah.
            Sableng saudara seperjuangan bertahun-tahun lamanya, sempat beberapa kali melewatkan pergantian malam tahun baru bersama, segala profesi aku geluti bersama sableng, dari menjadi pengamen dengan modal suara pas-pasan plus serak kuda dan nampang sangar namun sopan. Menjadi menjadi pedangan asongan walau modal majikan, menjadi tukang parker dengan jatah setoran ke aparat keparat. Sampai aku meninggalkan Kota Makassar kampong halaman tercinta, berpisah dengan kerabat, hingga aku pulang kembali,,,aku kehilangan aura lapangan Karebosi ( satu lagi icon Kota Makassar) yang alami setelah proyek abal-abal Revitalisasi yang multifungsi di eksploitasi dan parahnya di komersialisasikan untuk keuntungan dan kepentingan kelompok serta pribadi-pribadi “Kapitalis” dari kampong!
            Aku sangat syukuri, aku bukan preman lagi, andai dulu aku ketemu Pak Ciputra, tapian pemilik, Citra Land itu akan aku bilangi, hei boss, beri kami sejengkal tanah diarea reklamasi sini untuk sebatas melihat sunset saja, boss perlu ketahui, tanah disini tempat kelahiran aku dan nenek moyang aku.
            Aku sudah menebak  dan tahu, Pak Ciputra pasti akan tersenyum cengengesan dan (akan marah) sambil berkata…
Mau lihat Sunset? Bayar dulu donk!
(apasih yang tidak di bayar di Indonesia?)
Tuh, bayar di portal parker,
(parker depan rumah sendiri, bayar! Bayar ke calo)
            Yaa iyalah, bayar dulu, seperti yang aku alami, itu baru dalam kondisi gedung pencakar langit belum berdiri,  lah bagaimana jika proyek sudah terealisasi? Mungkin warga kota Makassar yang akan melihat sunset akan dibuatkan kartu member : pelanggan khusus lihat sunset sempurna nyemplung ke laut.
            Mungkin Pak Wali Kota Makassar terpilih saat ini Bpk Deni Pomanto alias DP (Bukan DP public figure sensasional itu, jauh berbanding terbalik) tidak ingat lagi atas besar harapan dan uneg-uneg aku saat ngobrol bertiga disebuah Hotel mewah ternama Hotel Clarion dalam moment kegiatan jumpa saudagar Bugis-Makassar tahun 2013-2014, saat itu aku menyampaikan harapan disaat bapak DP sebagai kandidat calon walikota,,, (moment deg-degan belian) Pak jika bapak terpilih menjadi walikota Makassar tolong perhatiannya terhadap kehidupan Sastra, Seni dan Budaya serta buku di kota kita ini, berikut sarana dan prasarananya. Aku yang justru mengerti atas kesibukan-kesibukan beliau, hingga ‘gedung Societte de Harmoni’(Sarana kreatifitas Sastra, Seni, Budaya warga kota Makassar) yang seakan-akan berada didepan ‘kantor walikota Makassar’ tidak di lirik dan mati suri, sama halnya kelak, jika kita akan melihat sunset, Bayar dulu!mungkin beliau akan berkata…
Ah, siapa ko cowok’ (dialek Makassar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar